SENJATA TRADISIONAL JAWA BARAT (KUJANG)

 

SEJARAH SENJATA KUJANG



Kujang adalah salah satu senjata tradisional asal Jawa Barat yang paling tersohor. Senjata ini bahkan dijadikan ikon Kota Bogor dengan dibuat Tugu Kujang berlokasi persis di samping Kebun Raya Bogor.

Kujang memiliki asal usul sejarah yang cukup panjang. Senjata ini diperkirakan sudah ada sejak zaman Tarumanagara. Meski tidak pernah ditulis dalam prasasti, berbagai situs sejarah seolah menjadi saksi keberadaan Kujang, seperti situs megalitik Batu Kujang di Sukabumi, temuan 'kudi' di kompleks candi Batujaya Karawang, relief candi Sukuh di Surakarta, dan lainnya

Kujang di wilayah Pasundan merupakan sebuah senjata yang memiliki nilai sakral dan mistis. Senjata yang berkembang dan berevolusi di tanah Pasundan ini berfungsi sebagai medium mistik, simbol status, jimat, atau piandel.

Di zaman Kerajaan Pajajaran atau sekitar tahun 1170, Kujang di desain oleh para Empu tersohor seperti Mpu Windu Sarpo, Mercukunda, dan Ramayadi. Selain sebagai pemenuhan kebutuhan ritual, Kujang juga melengkapi nilai-nilai budaya Sunda pada zaman itu. Sistem, tatanan, dan pemikiran saat itu menjadi dorongan untuk memperkaya wujud Kujang.

Pada masa yang sama, Kujang juga berfungsi sebagai simbol status dan pangkat, penghormatan pada pemimpin yang berjasa besar, serta nilai sebuah ajaran. Ajaran Sunda Wiwitan dan sistem ketatanegaraan juga membuat rupa Kujang berkembang sebagai wujud pemetaan pulau Jawa (Ku Jawa Hyang). Nama Kujang sendiri diyakini berasal dari Ku Jawa Hyang.


Seorang ahli okultisme dan guru besar metafisika asal Amerika, Alexander Lee mengonfirmasi sebuah catatan masyarakat Sunda di masa lampau yang menyatakan Prabu Kudo Lalean menemukan gambar visual tentang bumi yang diinjaknya sekarang, yaitu Pulau Jawa.

Kemudian, Kudo Lalean meminta para ahli penerawang untuk mengkaji bentuk Pulau Jawa (Ku Jawa Hyang) tersebut. Mandat tersebut kemudian diserahkan pada Empu Windu Sarpo. Terawangannya kemudian menghasilkan bentuk pulau "Jawa Dwipa" atau Pulau Jawa.

Catatan lainnya kemudian diungkap oleh Sulaeman Anggapradja
yang meneliti kudi dan kujang. Dirinya menemukan beberapa skrip berbahasa Jawa kuno seperti berikut ini.

"Sebuah kujang yang disebut sebagai kujang kebesaran Prabu Wangi atau Sang Nata, berbentuk peta tanah Sunda, luasnya sampai wilayah Jawa Tengah. Pada kujang tersebut tampak penggambaran Ujung Kulon, Teluk Banten, Pelabuhan Ratu, dan lain-lain," bunyi skrip tersebut.

Bentuk Pulau Jawa pada Kujang merupakan filosofi dari cita-cita Prabu Kudo Lalean, yaitu menyatukan kerajaan-kerajaan kecil tanah Jawa untuk menjadi satu kerajaan yang dikepalai Raja Padjajaran Makukuhan

Sementara itu, tiga lubang pada Kujang melambangkan Trimurti atau tiga bidang Ketuhanan dari agama Hindu, kepercayaan yang ditaati Kudo Lalean.

Ketika pengaruh Islam tumbuh di pulau Jawa, Kujang kemudian mengalami reka bentuk mirip huruf Arab 'Syin'. Menurut jurnal dari Universitas Krisnadwipayana, 'Syin' pada Kujang merupakan huruf pertama dalam sajak (kalimat) syahadat.

Tiga lubang yang melambangkan 'Trimurti' juga kemudian digantikan oleh lima lubang yang melambangkan lima tiang dalam rukun Islam. Di masa ini, Kujang menggambarkan paduan dua model rancangan Prabu Kudo Lalean dengan Prabu Kian Santang


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

BUDAYA DAERAH TARI JAIPONG

MAKANAN JAWA BARAT (SERABI)

BAJU ADAT JAWA BARAT (SIGER SUNDA)